Wednesday, November 28, 2007

Putriku Cemburu..

Sudah sewajarnya sepasang suami istri ingin selalu terlihat mesra dan berdekatan,tapi bagaimana jika anak kita tak menghendakinya/cemburu. Ini terjadi pula pada putri kita,farah. Farah selalu cemburu ketika yandanya dekat ma bunda,kadang sampai teriak2 dan menangis. Tapi yandanya tuh malah sering godain, malah makin jadi deh nangisnya.
Kita sih maklum, mungkin farah masih 'da sedikit jarak' ma yanda apalagi farah baru 3 bulan ni ketemu yandanya. Selain itu, yang paling berpengaruh adalah farah masih terikat ma ASI bunda. Kemarin sabtu farah jalan2 ke "shopping centre" cuma berdua ma yanda dan seringkali juga farah dan yandanya saya tinggal berdua di rumah, dirumah pun yanda sering meluangkan waktunya tuk bermain ma farah. Semua ini tak lain tak bukan, disadari atau tidak merupakan usaha untuk mendekatkan mereka. Alhamdulillah farah dan yanda sudah klop. Kembali ke topik lagi, tapi yang masih sampai sekarang cemburunya itu lohh?.
Sebenarnya wajar ga sih??mau tau lebih lengkapnya baca artikel yang saya kutip dari nakita ini.

AYAHKU "Sang Penyusup"

Si batita akan mengalamatkan rasa cemburu pertamanya pada sang ayah.

Sejak dalam kandungan anak membangun hubungan yang eksklusif dengan ibunya. Bagaimanapun hanya ada si bayi dalam kandungan ibunya selama 9 bulan. Setelah itu pun hubungan yang paling intens adalah dengan ibunya melalui ASI. Kehadiran pihak ketiga, dalam hal ini ayah, akan membuat si batita merasakan kecemburuan untuk pertama kalinya. Si ayah akan dianggap batita sebagai intruder (pengacau, penyusup, penyelundup). Demikian pendapat Dr. Miles Groth dari Fakultas Psikologi Wagner College, New York.

Padahal tugas perkembangan psikososial seorang anak sampai usia 18 bulan adalah mengembangkan sikap percaya pada orang lain. Mengapa? Karena anak memiliki kelekatannya pada ibu dan harus belajar mengatasi kekhawatiran untuk berpisah dari ibu (separation anxiety). "Nah, kalau ibu gagal memberikan rasa percaya pada sang buah hati, akibatnya si anak pun nantinya akan sulit mengembangkan rasa percaya pada yang lain," ujar Farah Farida Tantiani, M.Psi., dari Klinik Elizabeth, Pluit, Jakarta.

Selanjutnya, menurut teori Erik Erikson, di usia 18 bulan sampai 3 tahun, anak mulai mengembangkan sikap otonom. Munculnya perasaan bahwa dirinya beda dari ibu adalah saat bayi mulai belajar adanya batasan personal dengan menunjukkan perilaku otonom.

Masa-masa anak menunjukkan otonominya ini dilihat orangtua sebagai masa yang penuh kesulitan karena perilaku anak tengah mengarahkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri, melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua. Perubahan yang terjadi mungkin tidak banyak, namun sangat cepat dan intens. Mulainya masa ini diperlihatkan oleh perilaku anak yang bolak-balik antara mandiri dan tidak mandiri. Tak heran kalau perilaku dan sikap si batita jadi sulit ditebak.

Menurut perspektif family systems theory, pengalaman seorang anak pada periode ini akan mengajarkannya mengenai batas-batas personal. Sementara di satu sisi, proses kelekatan membuat anak meyakini bahwa ada hubungan simbiotik antara ia dan orangtuanya, terutama pada ibu yang menjadi pengasuh utama. Dengan teori ini, dikatakan bahwa karena hubungan kedekatan dan kelekatan yang intens antara ibu dan anak, membuat mereka menjadi sulit melihat bahwa anak bukanlah "perpanjangan" sang ibu ataupun sebaliknya.

KECEMBURUAN PERTAMA

Nah, kehadiran ayah sebagai "pihak ketiga" di masa peralihan dari kelekatan ke otonomi juga mampu memancing kecemburuan si batita. Sering kali anak jadi rewel, merajuk, mencari perhatian bila ibunya terlihat "terlalu dekat" dengan ayah. Merepotkan kadang, tetapi pada dasarnya rasa cemburu ini memberikan banyak manfaat (lihat boks "Manfaat Cemburu Pada Ayah").

Bila gelagat ini mulai muncul, sudah saatnya ibu sedikit mengendurkan intensitas hubungannya dengan anak dan membiarkan si ayah terlibat lebih jauh. Kesepakatan ini penting supaya masuknya ayah terlihat "smooth" di mata anak. Anak akan belajar bahwa ayah pun dapat dipercaya seperti ia percaya pada ibu. Semakin sering ayah dan anak mengalami masa-masa yang menyenangkan atau interaksi antara ayah dan anak ini sukses, maka "perpisahan" dengan ibu pun akan semakin mudah.

Ibu dapat berperan dengan memberikan dukungan pada mereka berdua dan meyakinkan keduanya bahwa interaksi tersebut tepat. Asumsinya kemudian anak belajar untuk memercayai ayahnya dan memiliki pengalaman yang baik saat harus berpisah dari ibu. Modal ini akan memperluas kepercayaannya pada orang lain dalam keluarga yang ke-mudian diharapkan berlanjut pada lingkungan yang lebih luas. Berikut berapa kegiatan yang disarankan untuk dilakukan:

* Menyediakan lebih banyak waktu untuk ayah dan anak ber-main bersama. Ingat, hanya berdua saja tanpa keterlibatan orang lain.

Saatnya menyapih anak dari ASI, sehingga ia belajar membina hubungan yang intens dengan orang lain selain ibunya, dalam hal ini ayah.

* Memberikan kepercayaan pada keduanya, misalnya mengizinkan ayah dan anak pergi berdua saja ke supermarket, ke tempat cuci mobil, ke rumah nenek dan sebagainya.

Mengingat di usia ini komunikasi anak belum lancar, sering kali apa yang dirasakan anak tidak bisa diungkapkannya. Anak hanya akan menunjukkan ulah menjengkelkan, rewel, merengek-rengek bila harus berpisah dengan ibunya. Bila gejala ini mulai terlihat, orangtua harus waspada. Beberapa langkah berikut bisa dilakukan untuk mengoreksinya:

* Meyakinkan anak bahwa melakukan kegiatan bersama ayah sama menyenangkannya dengan bersama ibu.

* Lebih fokus pada perilaku batita dibandingkan pada karakternya.

* Jangan melabel anak, misalnya dengan mengatakan, "Pasti deh, kalau sama Papa kamu malah rewel."

Nah para ayah, jadilah sahabat si kecil kalau tak mau dicemburui.

Manfaat Cemburu PADA AYAH

Bila pengelolaan rasa cemburu ini berhasil, maka sederet manfaat berikut akan didapat anak.

* Kecemburuan bermanfaat karena "memaksa" anak melepaskan diri dari ibunya. Disamping belajar menerima kehadiran orang-orang lain di sekelilingnya, dimulai dari ayah kemudian anggota keluarga lainnya.

* Dengan merasakan kecemburuan, anak batita akan belajar merasakan perasaan terusik, terganggu, dicampuri urusannya dan sebagainya. Suatu perasaan yang nantinya akan terus dialami sepanjang hidup.

* Selain itu anak akan belajar merasakan perasaan lain yang lebih kompleks. Misalnya kegusaran, ketakutan, kemarahan, dan kesedihan akibat "cinta segitiga" antara dirinya, ibu dan sang ayah.

Jika GAGAL Atasi CEMBURU

Sebaliknya, kalau pengelolaan perasaan cemburu ini setengah-setengah atau bahkan gagal, yang muncul justru dampak negatif seperti:

"Perpisahan" dengan ibu yang tidak berlangsung mulus akan membuat anak kehilangan sosok yang bisa diandalkan. Yang terjadi kemudian anak kehilangan rasa aman, bahkan merasa terancam.

Akibat lanjutan dari hilangnya rasa aman ini akan membuat anak jadi pribadi yang ragu-ragu, pemalu, gugup dan seterusnya.

Anak pun jadi penakut, tidak mudah percaya pada orang lain. Akibatnya, ia tidak mudah menyesuaikan diri di lingkungan baru dan tidak berani mencoba berbagai hal baru. Kemungkinan anak jadi sulit mandiri.

No comments:

Greeting

Halloo...para pengunjung yang sengaja atau tidak sengaja menemukan blog ini. Nulis Maning hanyalah catatan seorang perempuan yang baru belajar dan semuanya secara otodidak.

Tujuan semula adalah sebagai pengingat dan pembelajaran diri sendiri. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika ada yang ingin mengambil ilmunya, memberikan kritik, dan saran agar blog ini bisa lebih baik lagi. Semoga ilmu yang kita peroleh membawa keberkahan. Amin.

Mohon maaf kepada para blogger, para jurnalis, pakar keluarga, pakar merajut, ilmuwan, dan para ahli masakan jika tulisan dalam blog ini masih banyak kekurangan. Terima kasih untuk sumber-sumber referensi yang saya kutip.