Pertama, mengharapkan kehadiran anak dalam konteks normal, halal dan Islami. Artinya orangtua harus benar-benar menyiapkan diri, baik secara mentalitas, intelektual, fisik dan materi untuk menyambut kelahiran anak-anaknya.
Kedua, memberi nafkah dengan harta yang halal dan nafkah tersebut bermanfaat untuk perkembangan jiwa anak. Orangtua tidak boleh memberikan sesuatu kepada anak secara berlebihan, meskipun ia mampu.
Ketiga, mendidik secara Islami melalui contoh pembiasaan, penanaman nilai dan proporsional dalam memberikan hukuman dan hadiah.
Keempat, menunjukan kasih sayang dengan cara yang tepat.
Kelima, selalu mendoakan anak dengan doa yang baik.
Ikuti model Luqman (QS33;12-19)
• Ajari anak bersyukur kepada Allah SWT, karena hakikatnya syukur itu untuk diri sendiri.
• Ajari anak menjauhi syirik karena itu adalah kezaliman besar
• Ajari anak menghormati ibunya yang telah mengandung dengan susah payah, lemah dan bertambah-tambah selama 9 bulan.
• Ajari anak menghormati kedua orangtua, karena keridhaan Allah ada pada keridhaan orangtua.
• Ajari anak untuk menolak perintah orangtua yang salah dengan cara yang bijak.
• Ajari anak untuk mendirikan sholat dan berdakwah serta bersabar terhadap penderitaan di medan dakwah.
• Ajari anak untuk menjauhi sikap sombong, angkuh, meremehkan orang lain, memalingkan muka, memandang rendah orang lain, dan tidak mau bertegur sapa.
• Ajari anak sifat kesederhanaan, tampil dengan wajar tidak membuat resah orang lain, tidak menyebabkan orang lain sakit hati.
• Ajari anak melunakan suara dan pandai berkomunikasi, namun jangan banyak bicara yang tidak bermakna dan jangan jadi pembual.
Jauhilah sikap yang memandulkan jiwa anak
Untuk menjaga fitrah anak, jauhilah hal-hal yang dapat mengerdilkan jiwanya, misalnya:
1. Melarang anak mengekpressikan emosinya seperti protes, menangis, gembira, menyanggah dan lain-lain.
2. Melarang anak mempertanyakan keputusan orangtua.
3. Melarang anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai berbeda.
4. Melarang anak berisik dan menolak gagasan anak
5. Terlalu ketat mengawasi dan mendeteksi kegiatan anak, dan terlalu menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.
6. Terlalu intervensi dan memberikan saran spesifik dalam penyelesaian tugas anak.
Pengaruhi jiwa anak
Anak memiliki karakter emosi yang belum stabil, karena mereka masih dalam tahap pertumbuhan emosi. Oleh karena itu pengaruhi jiwa anak dengan cara:
• Jadilah sahabat dan teladan baginya, tumbuhkan rasa percaya diri pada anak dengan memperkuat kemauan anak, menumbuhkan kepercayaan sosial, kepercayaan ekonomi dan bisnis.
• Perhatikan kecenderungannya, angkatlah potensinya, dan perbaiki kelemahannya. Latih mereka dengan memberi tugas sesuai dengan usianya, bertahap dan tidak mencercanya ketika mereka salah.
• Dengarkan anak secara reflektif, hargai perasaannya dan tunjukan bahwa kita memahami perasaan anak, tampakan bahwa kita benar-benar menyimak apa yang dikatakannya, ulangi apa yang dia ucapkan, ekspresikan bahwa kita sedang memikirkan perasaannya, berikan respon positif dan berikan umpan balik dengan nasihat.
• Perbanyak kegiatan yang mengembangkan permainan, cerita dan buku-buku fiksi ilmiah, lukisan, hiasan, drama anak-anak seusianya, kegiatan ekstrakurikuler, membaca buku dan menyalurkan hobinya.
Jika orangtua mampu menghadirkan aura surgawi dalam proses pendidikan anak, yakinlah anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi berjiwa besar dan berkarakter insan kamil. Mereka tidak rentan terhadap pengaruh buruk lingkungan, bahkan mereka dapat menjadi generasi pendobrak kemaksiatan di muka bumi.***
Tulisan ini diambil dari Majalah Ummi edisi spesial 2005/1426 H
No comments:
Post a Comment